coba gan . . .
hehehe

Nabi Yusuf dan Istri Pembesar

Surat Yusuf termasuk di antara surat-surat yang nyata-nyata mengandung sejumlah kisah ujian dan cobaan. Di dalam surat ini pula kita melihat sejelas-jelasnya bahwa di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Di dalam perjalanan kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam terdapat pula berbagai pelajaran dan tanda-tanda keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, bagi mereka yang mau bertanya serta mencari petunjuk dan bimbingan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ فِي يُوسُفَ وَإِخْوَتِهِ ءَايَاتٌ لِلسَّائِلِينَ

“Sesungguhnya ada beberapa tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya.” (Yusuf: 7)
Awal kisah ini bermula dari sejak Nabi Yusuf ‘alaihissalam menjejakkan kakinya di bumi Mesir, jauh dari kampung halamannya, jauh dari ayah, ibu, dan saudara-saudaranya. Diperjualbelikan sebagai budak belian, hingga jatuh ke tangan seorang pembesar Mesir.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَقَالَ الَّذِي اشْتَرَاهُ مِنْ مِصْرَ لِامْرَأَتِهِ أَكْرِمِي مَثْوَاهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ وَلِنُعَلِّمَهُ مِنْ تَأْوِيلِ الْأَحَادِيثِ وَاللهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ. وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ ءَاتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ. وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ. وَاسْتَبَقَا الْبَابَ وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِنْ دُبُرٍ وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ قَالَتْ مَا جَزَاءُ مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوءًا إِلَّا أَنْ يُسْجَنَ أَوْ عَذَابٌ أَلِيمٌ. قَالَ هِيَ رَاوَدَتْنِي عَنْ نَفْسِي وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِنْ أَهْلِهَا إِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ قُبُلٍ فَصَدَقَتْ وَهُوَ مِنَ الْكَاذِبِينَ. وَإِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ فَكَذَبَتْ وَهُوَ مِنَ الصَّادِقِينَ. فَلَمَّا رَأَى قَمِيصَهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ قَالَ إِنَّهُ مِنْ كَيْدِكُنَّ إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ. يُوسُفُ أَعْرِضْ عَنْ هَذَا وَاسْتَغْفِرِي لِذَنْبِكِ إِنَّكِ كُنْتِ مِنَ الْخَاطِئِينَ. وَقَالَ نِسْوَةٌ فِي الْمَدِينَةِ امْرَأَةُ الْعَزِيزِ تُرَاوِدُ فَتَاهَا عَنْ نَفْسِهِ قَدْ شَغَفَهَا حُبًّا إِنَّا لَنَرَاهَا فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ. فَلَمَّا سَمِعَتْ بِمَكْرِهِنَّ أَرْسَلَتْ إِلَيْهِنَّ وَأَعْتَدَتْ لَهُنَّ مُتَّكَأً وَءَاتَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ وَءَاتَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ سِكِّينًا وَقَالَتِ اخْرُجْ عَلَيْهِنَّ فَلَمَّا رَأَيْنَهُ أَكْبَرْنَهُ وَقَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ وَقُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا هَذَا بَشَرًا إِنْ هَذَا إِلَّا مَلَكٌ كَرِيمٌ. قَالَتْ فَذَلِكُنَّ الَّذِي لُمْتُنَّنِي فِيهِ وَلَقَدْ رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ فَاسْتَعْصَمَ وَلَئِنْ لَمْ يَفْعَلْ مَا ءَامُرُهُ لَيُسْجَنَنَّ وَلَيَكُونَنْ مِنَ الصَّاغِرِينَ. قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ. فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ. ثُمَّ بَدَا لَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا رَأَوُا الْآيَاتِ لَيَسْجُنُنَّهُ حَتَّى حِينٍ

Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya: “Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak.” Dan demikian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepadanya ta’bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya. Dan tatkala dia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukanku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tiada melihat tanda (dari) Rabbnya. Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka pintu. Wanita itu berkata: “Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?” Yusuf berkata: “Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)”, dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya: “Jika baju gamisnya koyak di muka, maka wanita itu benar dan Yusuf termasuk orang-orang yang dusta. Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka wanita itulah yang dusta, dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar.” Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang berkatalah dia: “Sesungguhnya (kejadian) itu adalah di antara tipu daya kamu, sesungguhnya tipu daya kamu adalah besar.” (Hai) Yusuf: “Berpalinglah dari ini dan (kamu hai istriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena kamu sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah.” Dan wanita-wanita di kota berkata: “Istri Al-Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.” Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf): “Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka.” Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: “Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia.” Wanita itu berkata: “Itulah dia orang yang kamu cela aku karena (tertarik) kepadanya, dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak. Dan sesungguhnya jika dia tidak menaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina.” Yusuf berkata: “Wahai Rabbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dariku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” Maka Rabbnya memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui. Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tanda-tanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai suatu waktu.”
Sebagian ulama menceritakan bahwa pembesar itu adalah salah seorang menteri raja yang tidak mempunyai anak. Sebagian lagi mengatakan bahwa dia seorang kebiri (kasim, sida-sida), tidak menyentuh wanita. Pembesar tersebut membeli Nabi Yusuf ‘alaihissalam untuk istrinya agar menjadi pelayannya. Inilah salah satu alasan dia membeli Nabi Yusuf ‘alaihissalam untuk istrinya. Adapun alasan lainnya, karena ketika itu usia Nabi Yusuf ‘alaihissalam masih kecil, sehingga perlu perhatian. Sementara tidak ada yang dapat memberi perhatian dan asuhan selayaknya untuk anak seusia itu kecuali seorang wanita (ibu).
Sesungguhnya godaan wanita yang dialami Nabi Yusuf ‘alaihissalam adalah cobaan paling besar yang beliau hadapi dalam hidup beliau. Hal itu karena banyaknya faktor yang mendukung untuk terjadinya kekejian antara seorang laki-laki dengan perempuan. Padahal satu saja dari beberapa faktor tersebut sudah cukup untuk menjerumuskan sepasang pria dan wanita ke dalam kehinaan tersebut. Sementara faktor yang ada di sekitar Nabi Yusuf dan istri pembesar itu sendiri justru sangat banyak.
Semua itu, berangkat dari ketertarikan kepada rupa atau bentuk (shuurah). Sementara di dalamnya terdapat berbagai kerusakan yang dapat terjadi saat itu juga atau pada suatu ketika. Karena sesungguhnya ketertarikan kepada rupa atau bentuk itu dapat merusak hati. Dan apabila hati sudah rusak, maka rusak pula kehendak (niat), ucapan dan perbuatan. Selanjutnya, rusak pula pos-pos tauhid.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengisahkan kepada kita tentang ketertarikan istri pembesar itu kepada Nabi Yusuf ‘alaihissalam, rayuan berikut tipu dayanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menceritakan tentang keadaan yang dialami oleh Nabi Yusuf ‘alaihissalam karena sifat ‘iffah, kesabaran, dan ketakwaannya. Padahal cobaan yang dihadapi oleh beliau ini, adalah keadaan yang tidak seorang pun dapat bersabar menghadapinya kecuali orang yang diberi kesabaran oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apalagi terjadinya sebuah perbuatan sesuai dengan kuatnya dorongan dan tidak adanya penghalang untuk bertindak. Sedangkan keadaan yang dialami beliau sangat kuat pendorongnya, yaitu:
1. Naluri laki-laki yang suka kepada wanita, seperti orang yang sedang kehausan membutuhkan air dan orang kelaparan yang ingin makan. Bahkan kebanyakan laki-laki, mampu bersabar untuk tidak makan dan minum, tetapi tidak sabar dari kaum wanita. Namun, naluri ini tidaklah tercela, apabila diletakkan pada tempat yang halal, bahkan dipuji.
2. Kondisi Nabi Yusuf ‘alaihissalam sebagai seorang pemuda gagah yang rupawan, sedangkan syahwat seorang pemuda sangat kuat.
3. Keadaan beliau yang masih jejaka, belum pernah menikah, dan tidak pula mempunyai budak perempuan untuk menyalurkan hasratnya.
4. Beliau berada di negeri asing, yang memungkinkan seseorang yang jauh dari negeri asalnya melampiaskan sesuatu yang tidak mungkin dilakukannya di tanah kelahirannya, di antara sanak keluarganya dan orang-orang yang mengenalnya.
5. Wanita yang merayunya itu memiliki kedudukan dan kecantikan. Padahal salah satunya saja, sudah cukup mengundang laki-laki untuk menggaulinya.
6. Wanita itu tidak mencegah dan menolak. Biasanya, banyak laki-laki yang padam keinginannya karena ada penolakan dan ketidaksukaan dari si wanita, karena dia merasa hina dan tunduk serta mengemis kepada wanita itu. Meski banyak pula dengan adanya ketidaksukaan dan penolakan dari wanita itu justru semakin menambah syahwat dan keinginannya. Seperti diungkapkan:
وَزَادَنِي كَلَفًا فِي الْحُبِّ إِن ْمُنِعْتُ
أَحَبُّ شَيْءٍ إِلَى الْإِنْسَانِ مَا مُنِعَا
Semakin besar cintaku kalau aku dihalangi
Yang paling dicintai seseorang adalah apa yang terhalang
7. Wanita itu meminta, menginginkan, dan membujuk serta mengusahakan dengan sungguh-sungguh. Sedangkan Nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak demikian. Beliau justru dalam keadaan mulia serta diharapkan.
8. Nabi Yusuf ‘alaihissalam tinggal di rumah wanita itu, di bawah kekuasaannya dan ada kekhawatiran akan disiksa bila tidak menuruti kemauannya. Sehingga terkumpullah pada beliau dorongan keinginan sekaligus adanya rasa takut.
9. Beliau tidak khawatir wanita itu akan menceritakan perbuatannya, bahkan tidak satu pun dari pihak wanita itu, sebab wanita itulah yang memiliki keinginan dan tuntutan. Bahkan dia telah mengunci semua pintu, serta pengawas pun tidak ada.
10. Secara lahiriah Nabi Yusuf ‘alaihissalam adalah budak yang dimiliki oleh wanita itu. Beliau keluar-masuk rumah bersama wanita itu, tak seorang pun mengingkarinya. Apalagi kedekatan serta kebersamaan adalah awal sebuah keinginan, dan ini termasuk pendorong yang sangat kuat.
Sebagaimana pernah ditanyakan kepada seorang wanita Arab bangsawan, mengapa dia berzina? Kata wanita itu: “Dekatnya jarak dan panjangnya malam.” Artinya, karena dekatnya laki-laki itu kepadaku dan panjangnya malam yang kami lalui.
11. Wanita itu mengancam Nabi Yusuf ‘alaihissalam akan dipenjarakan dan dihinakan. Ini termasuk pemaksaan. Karena hal tersebut adalah ancaman dari orang yang besar kemungkinannya melaksanakan ancaman tersebut, sehingga menyatu dalam diri Nabi Yusuf ‘alaihissalam dorongan syahwat dan keinginan selamat dari penjara serta kehinaan.
12. Suami wanita itu tidak menampakkan rasa cemburu dan kejantanan yang mendorongnya memisahkan wanita itu dan Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Bahkan perkataannya yang paling tinggi ditujukan kepada Nabi Yusuf ‘alaihissalam hanyalah sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
أَعْرِضْ عَنْ هَذَا
“Berpalinglah dari ini.”
Sedangkan kepada istrinya dia mengatakan sebagaimana dalam ayat:
وَاسْتَغْفِرِي لِذَنْبِكِ إِنَّكِ كُنْتِ مِنَ الْخَاطِئِينَ
“Dan (kamu hai istriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena kamu sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah.”
Padahal, besarnya kecemburuan seorang suami termasuk penghalang paling besar terjadinya penyelewengan seorang istri, namun ternyata hal itu tidak terlihat dari suami wanita tersebut.
Akan tetapi, dengan segala faktor pendorong ini, ternyata Nabi Yusuf ‘alaihissalam lebih mengutamakan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasa takut kepada-Nya. Cintanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala mendorong beliau untuk memilih penjara daripada zina. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ
Yusuf berkata: “Wahai Rabbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.”
Semua ini mendekatkan kepada kita bentuk kesabaran yang dijalani oleh Nabi Yusuf ‘alaihissalam dan memberikan bekal serta pelajaran dasar kepada kita dimana beliau terdidik di atasnya. Bahkan itu semua menjadi salah satu alasan ketegaran beliau. Sebab, tidak mungkin akan dapat menahan diri dalam situasi seperti ini mereka yang terbiasa membiarkan dirinya berkecimpung di mana saja dia mau lalu baru berangan-angan untuk tabah (menahan diri).
Dengan semua faktor tersebut, Nabi Yusuf ‘alaihissalam lebih memilih kemuliaan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bersabar sehingga beliau memperoleh kebahagiaan, kemuliaan di dunia dan surga di akhirat. Kesabaran yang beliau rasakan menghadapi godaan wanita ini jauh lebih berat daripada kesabaran yang beliau alami ketika berada dalam sumur. Beliau lebih memilih penjara daripada menuruti keinginan istri pembesar itu demi mengharap pahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan takut akan siksa-Nya.
Karena itu pula betapa agung kedudukan mereka yang mampu menahan dirinya dari kehinaan karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang salah satu dari tujuh golongan yang dinaungi Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam naungan yang tidak ada lagi naungan pada hari itu selain naungan-Nya:
رَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتَ مَنْصَبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّي أَخَافَ اللهُ
“Laki-laki yang diajak oleh seorang wanita bangsawan dan cantik, tapi dia berkata: ‘Aku takut kepada Allah’.”
Akhirnya beliau menjadi pembesar negara, sedangkan istri pembesar itu menjadi seperti budak di sisi beliau. Karena itu, orang yang cerdik hendaknya jeli memandang setiap persoalan dan tidak mengedepankan kesenangan sesaat daripada kesenangan abadi.
Siapa yang sabar memelihara farji-nya, niscaya tidak akan digunakannya kecuali pada tempat-tempat yang dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala demi mengamalkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” (Al-Mu’minun: 5-6)
Karena dengan cara itu dia akan selamat dari zina dan liwath (homo) serta terjamin pula selamatnya kehormatan dirinya dari kesia-siaan.
Dalam kisah ini, Nabi Yusuf ‘alaihissalam sama sekali tidak melakukan dosa apapun. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah menyebutkan satu dosa dari salah seorang Nabi-Nya melainkan Dia sertakan pula istighfar Nabi tersebut. Dalam surat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyebutkan adanya istighfar dari Nabi Yusuf ‘alaihissalam, tidak pula menceritakannya di awal terjadinya peristiwa tersebut bersama istri pembesar. Dari sini jelaslah bahwa beliau tidak pernah berbuat dosa. Bahkan yang ada hanyalah sekadar keinginan yang beliau tinggalkan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga beliau memperoleh pahala karenanya.
Di dalam kisah istri pembesar ini terdapat pelajaran berharga, di antaranya:
1. Apabila cinta melampaui batasan syariat, niscaya menimbulkan mudharat, baik terhadap yang mencinta maupun yang dicintai.
2. Bagi yang mencinta, maka cinta seperti itu akan menghilangkan akalnya sehingga muncul berbagai tindakan yang tidak benar; resah, gelisah, lalai, seolah-olah dia tidak hidup di atas dunia ini. Demikianlah yang pernah dinukil, bahwa cinta itu kalau bukan sihir maka dia adalah sekelumit kegilaan. Sementara kegilaan itu beraneka ragam bentuknya. Wallahul musta’an.
Dalam sebuah hadits disebutkan pula:
أحْبِبْ حَبِيبَكَ هَوْناً مَا، عَسَى أَنْ يَكُونَ بَغِيضَكَ يَوْماً مَا. وَأَبْغِضْ بَغِيضَكَ هَوْناً مَا، عَسَى أَنْ يَكُونَ حَبِيبَكَ يَوْماً مَا
“Cintailah orang yang kau cintai sedang-sedang saja, boleh jadi suatu ketika dia menjadi yang paling kau benci. Bencilah orang yang kau benci sedang-sedang saja, karena bisa jadi suatu ketika dia menjadi yang paling kau cintai.”1
3. Di dalam kisah ini kita lihat betapa berbahayanya berduaan (khalwat) dengan wanita yang bukan mahram. Karena itu pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan:
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ
Janganlah kamu masuk kepada kaum wanita (yang bukan mahram/istri). Seorang sahabat Anshar bertanya: “Bagaimana pendapat anda tentang al-hamwu (kerabat suami, anak paman, dan sebagainya).”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Al-Hamwu adalah maut (kematian).” (Muttafaqun ‘alaihi)
Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu ketika menukil keterangan tentang hadits ini, mengatakan: “Yang dimaksud adalah bahwa berdua dengan al-hamwu ini, akan menggiring pada kehancuran agama kalau terjadi maksiat. Dan membawa kepada kematian kalau terjadi maksiat yang mengharuskan adanya rajam. Atau kehancuran bagi si wanita karena dicerai oleh suaminya, apabila dia terdorong oleh kecemburuannya.”
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu mengatakan, “Sebenarnya yang dimaksud adalah bahwa berduaan dengan kerabat suami lebih sering terjadi daripada dengan yang lainnya, dan kejahatan yang mungkin terjadi pun lebih sering daripada dengan yang lain. Bahkan fitnah juga demikian. Semua itu karena adanya kesempatan dan kemungkinan dia berhubungan dan berduaan dengan wanita tersebut tanpa ada pengingkaran dari orang lain. Berbeda halnya dengan ajnabi (bukan mahram, bukan suami).” Wallahu a’lam.
Keadaan seperti inilah yang dialami oleh Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Tidak ada orang yang mengingkari, karena status beliau adalah budak bagi keluarga tersebut. Atau anak angkat mereka. Sehingga apa yang hendak dilakukan wanita itu kepada Nabi Yusuf ‘alaihissalam, juga tidak dipedulikan orang. Namun, keimanan dan ketakwaan yang ada di dalam diri Nabi Yusuf ‘alaihissalam, memelihara beliau untuk tidak menuruti keinginan wanita tersebut.
Lantas, setelah Nabi Yusuf ‘alaihissalam siapakah lagi yang selamat dari fitnah wanita dan mampu menahan diri (bersabar) dari perbuatan keji (zina)? Apalagi dengan kondisi seperti yang dialami oleh Nabi Yusuf ‘alaihissalam? Terlebih di zaman yang banyak terjadi perbuatan keji yang dikemas dengan label agama? Wallahul Musta’an.
Berbagai buku cerita tentang kisah “kasih” sepasang anak manusia begitu laris digelar. Dengan berbagai versi, lakon, dan latar belakang. Bahkan tidak segan-segan pula dipenuhi dengan berbagai dalil dari ayat Al-Qur’an atau hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akhirnya, tertipulah orang-orang yang tertipu dan senantiasa mementingkan syahwat dunianya. Mereka anggap itulah ajaran Islam. Wallahul Musta’an.

1 HR. At-Tirmidzi dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 178 dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.

Ibnul Qoyyim Al Jauziyah: “Kemaksiatan Menambah Keimanan Seorang Muslim”

Ada manusia yang berpendapat bahwa terjadinya maksiat bisa menambah keimanan. Sudut pandang ini termasuk yang paling halus, sehingga jarang ada orang yang bisa menerapkannya. Hanya orang ahli ma'rifat saja yang bisa menerapkan sudut pandang ini. Mungkin saja orang yang mendengar pernyataan ini dengan serta-merta akan protes. Dia akan berkata lantang: "Bagaimana mungkin perbuatan dosa dan maksiat diakui bisa menambah keimanan? Apalagi jika dosa dan kemaksiatan itu dilakukan oleh seorang hamba Allah. Bukankah perbuatan itu akan semakin mengurangi kadar keimanan dalam dirinya? Bukankah para ulama salaf juga bersepakat bahwa keimanan bertambah akibat ketaatan kepada Allah dan berkurang akibatmaksiat kepada-Nya?

Ketahuilah bahwa kesimpulan semacam ini dihasilkan dari perenungan seorang yang ma'rifat (mengenal Allah sangat dekat) terhadap dosa-dosa dan perbuatan maksiat yang berasal dari dirinya maupun orang lain. Orang yang arif merenungkan perbuatan dosa dan maksiat sampai dengan akibat yang dihasilkan perbuatan bejat tersebut. Dan ternyata dapat disimpulkan bahwa akibat dari perbuatan dosa dan maksiat yang biasanya menimbulkkan bencana dan munculnya mu'jizat, merupakan salah satu dari tanda-tanda kenabian dan sebagai bukti kebenaran pam rasul Allah Ta'laa. Bahkan akibat perbuatan dosa itu malah menegaskan kebenaran ajaran yang dibawa para rasul Allah tersebut.

Sesungguhnya para rasul Allah shalawaatullahu wa salaamuhu 'alaihim memerintahkan ummat manusia untuk membenahi kondisi lahir maupun batin mereka, baik di
kehidupan dunia maupun akhirat. Para rasul juga melarang mereka untuk melakukan kerusakan pada lahir-batin mereka baik di dunia maupun akhirat. Maka utusan-utusan Allah itu memberitahukan kepada umat manusia bahwa sesungguhnya Allah itu menyukai perbuatan yang ini dan itu. Allah juga akan mengganjar perbuatan yang telah dilaksanakan. Para rasul juga memberitahukan bahwa Allah membenci perbuatan yang ini dan itu. Dan Allah akan mendatangkan siksa atas perbuatan tersebut. Apabila umat manusia mentaati apa yang telah Dia perintahkan kepadanya, maka Allah akan bersyukur kepadanya dengan cara memberikan pertolongan dan tambahan kenikmatan di dalam hati, jasad maupun hartanya. Maka hamba tersebut akan merasakan kecukupan dan kekuatan di setiap situasi. Akan tetapi apabila perintah dan larangan-Nya dilanggar, maka hal itu menyebabkan ketidak-cukupan, kerusakan, kelemahan, kehinaan, diremehkan, dan kehidupan yang terasa sangat sempit.

Hal ini sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah Ta'aala: 'Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”(QS. an-Nahl (16):67). "Katakanlah: "Hai hamba-hamha-Ku yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang bcrbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan." (QS. az-Zumar (39):10). "Dan scsungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik."(QS.an Nahl(16):30). "Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. Jika kamu mengerjakan yang demikian, niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampa i kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat" (QS. Huud (11):3). "Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?" (QS. Thaaha (20):124-125).

Yang dimaksud dengan kehidupan yang sempit di dalam ayat tersebut di atas ditafsirkan oleh sebagian ulama sebagai adzab kubur. Namun yang benar bahwa arti kehidupan yang sempit itu adalah kehidupan di dunia dan kehidupan di alam barzakh. Sesungguhnya orang yang berpaling dari peringatan yang telah diturunkan oleh Allah akan merasa bahwa kehidupannya sempit dan susah. Dia juga akan sering merasa takut, memiliki keinginan yang berlebihan, sangat payah mencari materi duniawi, selalu merasa ragu ketika balum berhasil meraih keinginan materialnya, dan merasa tersiksa jika tidak bergelimang harta. Di samping itu ada beberapa hal kurang baik lain yang dialami oleh hatinya tanpa dia sadari. Ini disebabkan karena dia sedang mabuk dan tenggelam dalam ambisi duniawinya itu. Dia tidak akan pemah sadar walau sesaat kecuali baru menyadari dan merasakan sakitnya kondisi tersebut. Pada waktu itu dia akan segera menghindarkan dirinya untuk tidak jatuh yang kedua kalinya dalam kondisi mabuk. Dia akan terus mengalami kondisi seperti ini sepanjang hidupnya. Mana ada kehidupan yang terasa lebih sempit dibandingkan dengan kondisi hati yang mengalami perasaan seperti itu ?

Orang-orang ahli bid'ah, orang yang berpaling dari al-Qur'an, orang yang lalai kepada Allah dan orang-orang tukang berbuat maksiat, hatinya berada di dalam neraka Jahim sebelum dirinya masuk ke dalam neraka jahim yang sesungguhnya. Sedangkan hati orang-orang yang baik berada di dalam surga an-Na'im sebelum masuk ke dalam surga an-Na'im yang sebenarnya. Allah Tabaaraka wa Ta'aala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar bcrada dalam neraka" (QS. al Infithaar (82):13-14)..

Kehidupan sempit berlaku dalam tiga daur kehidupan mereka (yakni kehidupan dunia, alam kubur dun akhirat), bukan hanya kehidupan akhirat saja. Sekalipun kehidupan yang sangat menyiksa itu mencapai puncaknya di kehidupan akhirat. Sedangkan tingkatan yang lebih rendah lagi akan dia alami di dalam kehidupan alam barzakh. Allah Ta'aala befirman: "Dan sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada adzab selain itu. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuil" (QS. al Thuur (52):47). "Dan mereka (orang-orang kafir) berkata: " Bilakah datangnya adzab itu, jika memang kamu orang-orang yang benar".Katakanlah: "Mungkin telah hampir datang kepadamu sebagian dari (adzab) yang kamu minta (supaya) disegerakan itu." (QS. an-Naml (27):71-72).
-
Siksaan yang dialami di dalam kehidupan dunia ini memang lebih ringan dibandingkan dengan kehidupan sulit yang akan diterima seseorang di dalam alam barzakh. Hanya saja tenggelam dalam mabuknya hasrat syahwat menyebabkan dia tidak menyadari kesempitan hidup tersebut dan sengaja membuang jauh-jauh dari hatinya. Mereka tidak merenungkan dan menyadari bahwa kondisi dirinya sudah sangat terpuruk.

Seorang hamba kadang kala merasakan rasa sakit tersebut disekujur tubuhnya. Namun dia sengaja membuang jauh-jauh den bayangan hatinya dan tidak lagi memperdulikannya. Dia berusaha mengalihkan perhatian kepada obyek lain sehinga tidak seratus persen merasakan kehidupan sempit itu. Akan tetapi jika upaya pengalihan perhatian itu lepas dari dirinya, pasti dia akan kembali menjerit kesakitan. Bagaimana menurutmu dengan siksaan rasa sakit di dalam hati seperti ini? Bukankah malah sangat menyiksa? Allah Subhaanahu wa ta'aala telah menjanjikan hal hal positif dan menyenangkan untuk berbagai bentuk kebaikan dan ketaatan kepada-Nya. Kenikmatan janji Allah itu jauh lebih menyenang kendati pada kenikmatan maksiat yang hanya bersifat sementara. Bahkan kenikmatan janji Allah itu tidak ada bandingannya. Namun sebaliknya, Allah akan memberikan rasa sakit dan tersiksa akibat perbuatan buruk dan tindak maksiat. Rasa sakit itu jauh lebih besar dibandingkan dengan kenikmatan yang dia rasakan sekejap ketika mengerjakan maksiat tersebut.

Ibnu Abbas radhiyallalu `anhumaa berkata: ”Sesungguhnya perbuatan baik itu memiliki cahaya di dalam hati, pancaran di wajah, kekuatan di badan, menyebabkan rezeki semakin bertambah dan menanamkan rasa cinta di dalam hati makhluk. Sedangkan perbuatan buruk menyebabkan kesuraman diraut wajah, kegelapan di dalam hati. Kelemahan di fisik, menyebabkan rezeki berkurang, dan menanamkan rasa tidak suka di dalam hati makhluk. Hal ini sebenamya telah dibuktikan oleh orang-orang yang hatinya bersih. Dia akan bisa merasakan kenikmatan itu, sedangkan orang lain tidak bisa menangkapnya.

Seorang hamba tidak akan mengalami kondisi yang sangat tidak menyenangkan kecuali jika dia mengerjakan perbuatan dosa. Padahal kesalahan yang dimaafkan oleh Allah sudah sangat hanyak. Allah Ta'aala telah berfirman:"Dan sebuah musibah yang menimpa kamu sebenamya disebabkan oleh perbuatan tanganmu sandiri, dan Allah memaafkan sebagian besar(dari kesalahan-kesalahanmu)
(QS. al Syuura (42):30). "Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu. (pada peperangan Badar) kamu berkata: "Dari mana datangnya kekalahan) ini?" Katakanlah: Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Ali -Imran(3):165). "Apa saja kebaikan (nikmat) yang menimpamu adalah dari Allah dan apa saja keburukan (bencana) yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi." (QS.An-Nisaa' (4):79).

Yang dimaksud dengan kebaikan dan keburukan di dalam ayat tersebut adalah kenikmatan dan bencana yang diterima oleh hamba dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Oleh karena itu disebutkan dengan kalimat "Apa saja yang menimpamu," tidak disebutkan dengan kalimat "Apa yang kamu peroleh." Sebab pada hakekatnya semua berasal dari Allah Ta'aala.

Segala bentuk kekurangan, bencana dan keburukan yang ada di dunia maupun di akhirat, tidak lain disebabkan oleh dosa hamba dan karena menyalahi perintah-perintah Allah Ta'aala. Tidak ada keburukan di muka bumi ini kecuali diakibatkan oleh dosa-dosa yang diperbuat oleh manusia itu sendiri.

Pengaruh dari perbuatan baik dun buruk yang bisa dilihat dalam hati, badan, ataupun harta, benar-benar sebuah fenomena alam yang bisa dilihat dcngan indera mata. Tidak akan ada satu pun orang berakal sehat yang mampu mengingkarinya. Bahkan fenomana itu mampu dilihat oleh orang mukmin, orang kafir, orang baik maupun orang buruk.

Hamba yang bisa melihat bekas-bekas fenomena tersebut untuk kemudian direnungkan dan dipikirkan, maka dia termasuk orang yang memperkuat keimanannya dengan ajaran yang dibawa oleh para rasul. Dia juga memperkuat kualitas keimanan dalam dirinya dengan cara merenungkan pahala dan siksa.

Sesungguhnya semua itu merupakan tanda-tanda material yang bisa dilihat di muka bumi ini. Fenomena-fenomena tersebut merupakan ganjaran maupun siksa yang diawal kejadiannya adalah di dunia. Fenomena-fenomena itu juga akan lebih berarti bagi orang-orang yang memiliki kejelian hati. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang kepadaku (Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah): "Jika aku telah mengerjakan sebuah dosa dan tidak segera aku kejar dengan taubat, maka aku menanti akibat buruk yang akan terjadi. Jika sesuatu yang tidak menyenangkan itu telah menimpa diriku, apakah lebih ringan ataukah lebih parah, maka kebiasaan yang aku jalani adalah bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."

Efek negatif ini sebenamya menjadi bukti dan dalil-datil keimanan. Sesungguhnya orang yang jujur jika kamu beritahu bahwa apabila kamu baru saja megerjakan begini- begitu maka akan berakibat yang begini dan begitu, maka dia akan semakin yakin dengan pemberitahuan tersebut. Apalagi jika setiap kali kamu mengatakan tersebut dibarengi dengan bukti sesualu yang tidak menyenangkan. Namun perasaan semacam ini tidak selalu dimiliki oleh setiap orang. Bahkan mayoritas hati manusia dipenuhi dengan noktah-noktah hitam karena perbuatan dosa. Dengan demikian dia tidak akan pemah melihat dan merasakan tentang sesuatu yang sedang menimpanya.

Perasaan jujur terhadap akibat dari sebuah perbuatan hanya bisa dirasakan oleh hati yang dipenuhi cahaya keimanan. Sedangkan atmosfer dosa dan maksiat akan bertiup kencang di dalamnya. Hati orang-orang jujur pun akan bisa mengakui fenomena yang tejadi akibat suatu perbuatan. Dia akan bisa memperkirakan kekuatan cahaya keimanannya di tengah badai angin dosa dan maksiat yang berhembus kencang. Dia melihat dirinya bagaikan pelaut di tengah samudra yang dilanda angin kencang. Perahu yang ditumpanginya sangat terancam untuk terbalik dan terancam pecah karena terhempas badai yang dahsyat. Begitu juga dengan seorang mukmin yang selalu memonitor jiwanya ketika habis mengerjakan maksiat atau pun melakukan perbuatan dosa.


Ketika pintu ini telah terbuka bagi seorang hamba, maka memperhatikan sejarah kejadian Bumi ini dan memperhatikan keadaan beberapa umat manusia akan sangat bermanfaat baginya. Bahkan kejadian yang menimpa masyarakat di sekitar dirinya bukan saja akan memberikan manfaat yang sangat besar (namun akan memberi lebih dari sekedar manfaat-penj). Hal ini sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah Ta'aala: "Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)?” (QS. al Ra'd (13):33).
"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang manegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana"(QS. All Imruan (3):18).

Setiap keburukan, bencana, siksa, ketakutan dan kekurangan yang terjadi pada dirinya maupun orang lain termasuk dalam kerangka keadilan Allah Subhaanahu wa
Ta'aala. Demikianlah bentuk keadilan Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Hal itu sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah kepada orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi: “Maka bila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana" (QS. al Israa' (17):5).

Dosa-dosa manusia subenarnya ibarat racun yang sangat membahayakan tubuh. Apabila dosa dosa itu segera diatasi oleh orang yang memasukkan obat ke dalam tubuh, maka mungkin racun itu bisa segera dilumpuhkan. Jika tidak, maka kekuatan imannya akan segera terkalahkan dan dia pun akan mengalami kebinasaan.

Sebagian ulama salaf ada yang berkata: Pcrbuatan perbuatan maksiat menuntut kekufuran sebagaimana juga demam terkadang juga menuntut kematian. Biasanya seseorang akan bisa melihat kekurangannya setelah dia bermaksiat kepada Tuhannya. Karena perbuatan maksiat yang telah dikerjakan itulah hatinya menjadi berubah dan tidak lagi kasar. Dia akan menyadari kehinaan dirinya di hadapan anggota keluarga, anak-anak, isteri maupun saudara-saudaranya. Dia akan menginstrospeksi diri sehingga menyadari dari mana dia berasal. Kondisi jiwa seperti inilah yang menyebabkan keimanannya semakin kuat. Jika dia melepaskan semua sebab yang bisa menjerumuskan dirinya ke dalam jurang kehancuran itu, maka kadar keimanannya pun akan semakin kuat. Dia akan melihat adanya keperkasaan setelah sebelumnya terhina, melihat kekayaan setelah sebelumnya kefakiran, kebahagiaan yang sebelumnya kesusahan, keamanan yang sebelumnya rasa takut dan kekuatan setelah sebelumnya lemah dan hina.

Bukti-bukti dan dalil-dalil keimanan itu semakin memperkuat pendirian hatinya baik ketika dia bermaksiat ataupun ketika menjalanhan ketaatan kepada Allah. Mereka ini sebenarnya termasukdalam firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala sebagai berikut: "Agar Allah menutupi; (mengampuni) perbuatan paling buruk yang telah mereka kerjakan dan membalas mereka dengan upah yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."(QS. az-Zumar(39):35).

Ketika seseorang bisa menerapkan sudut pandang ini dengan sebenamya, maka dia akan menjadi salah seorang yang mampu mengobati hati dan bisa mengetahui penyakit dan obat bagi hati yang sedang sakit. Sehingga Allah 'Azza wa Jalla akan memberikan manfaat kepada dirinya sendiri dan kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Wollohu a'lam.

(Dikutip dari buku Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, berjudul “Masyaahid Al Khalq fi Al Ma’shiyah”, Al Maktab Al Islami, Beirut, Cetakan I, tahun 1405H/1985). Edisi bahasa Indonesia diterjemahkan oleh Wawan Djunaedi Soffandi, S.Ag oleh penerbit Pustaka Azzam, Jakarta.

Opick

PROFIL OPICK

Aunur Rofiq Lil Firdaus atau nama kecilnya Opick (lahir di Jember, Jawa Timur, 16 Maret 1974; umur 34 tahun) merupakan seorang pencipta lagu dan penyanyi religius berkebangsaan Indonesia.

Album pertamanya ialah Istighfar dirilis tahun 2005. Sebulan pertama setelah dirilis, album ini mampu mencetak dobel platinum dengan penjualan lebih dari 300 ribu kopi. Dalam album tersebut, Opick memasukkan lagunya yang berjudul “Tombo Ati” ke dalam album solonya.Sebelumnya, Opick memasukkan lagu itu ke dalam album kompilasi “Tausiyah Dzikir dan Nasyid”. Album “Istighfar” sukses di pasaran, hingga menembus lebih dari 800 ribu kopi dan mendapat penghargaan lima platinum sekaligus. Karena aktifitasnya dalam lagu Islami, Opick dinobatkan sebagai duta grup musik Islami Nasyid oleh lembaga ANN (lembaga nasyid nusantara).

Tahun 2006 pria yang mengaku pernah memiliki band yang membawakan lagu-lagu rock itu merilis album keduanya berjudul “Semesta Bertasbih” (2006). Dalam album tersebut terdapat sepuluh lagu, diantaranya Taqwa, Irhamna, akdir, Teranglah Hati, 25 Nabi, Semesta Bertasbih, Bismillah, Satu Rindu, Buka Mata Buka Hati dan Ya Rasul. Sebagai lagu hit dalam album tersebut adalah Takdir yang dinyanyikannya bersama Melly Goeslaw. Selain dengan Melly, Opick juga berduet dengan Wafiq Azizah, remaja yang berprestasi sebagai qoriah cilik internasional terbaik dalam lagu “Yaa Rasul”. Ada pula kolaborasi Opick dengan grup nasyid Pandawa Lima di lagu “Teranglah Hati”. Bulan Agustus 2006, tak lama setelah meluncurkan album kedua, Opick mengeluarkan buku berjudul “Opick, Oase Spiritual Dalam Senandung”. (Sumber : Wikipedia Indonesia)

ISTIGHFAR

# 01. Astaghfirullah
# 02. Alhamdulillah (feat Amanda)
# 03. Kesaksian Diri
# 04. Ya Rabbana (feat ust. Jefri)
# 05. Allah Maha Besar
# 06. Shalawat Nabi
# 07. Kembali Pada Allah
# 08. Cukup Bagiku (feat Gito)
# 09. Bila Waktu Telah Berakhir
# 10. Tombo Ati

SEMESTA BERTASBIH

# Taqwa
# Irhamna
# Takdir (feat Melly G)
# Teranglah Hati (feat Pandawa 5)
# 25 Nabi
# Semesta Bertasbih
# Bismillah
# Satu Rindu (feat Amanda)
# Buka Mata Buka Hati
# Ya Rasul (feat Wafiq Azizah)

YA RAHMAN

# Assalamu’alaikum
# Taubat
# Rapuh
# Pewaris Surga
# Mendambamu
# Haji
# Allah Cinta
# Beruntunglah
# Ya Rahman
# Khusnul Khatimah
# Sedekah

CAHAYA HATI (Juga bisa didonlot di Grafity)

# Hanya Allah
# Cahaya Hati
# Ya Nabi Salam
# Alangkah Indahnya
# Cinta Setulus Jiwa
# Hamba-hamba Allah
# Ketika Cinta
# Allah Ya Nur
# Tuhan Lindungilah
# Ramadhan Tiba